Selasa, 28 Desember 2010

Syair Al Busyairi

Syair Sufi Burdah al Bushiri

Cinta Sang Kekasih
Apakah karena Mengingat Para kekasih di Dzi Salam.
Kau campurkan air mata di pipimu dengan darah.

Ataukah karena angin berhembus dari arah Kazhimah.
Dan kilat berkilau di lembah Idlam dalam gulita malam.

Mengapa bila kau tahan air matamu ia tetap basah.
Mengapa bila kau sadarkan hatimu ia tetap gelisah. Apakah sang kekasih kira bahwa tersembunyi cintanya.
Diantara air mata yang mengucur dan hati yang bergelora.

Jika bukan karena cinta takkan kautangisi puing rumahnya.
Takkan kau bergadang untuk ingat pohon Ban dan ‘Alam.

Dapatkah kau pungkiri cinta, sedang air mata dan derita.
Telah bersaksi atas cintamu dengan jujur tanpa dusta.

Kesedihanmu timbulkan dua garis tangis dan kurus lemah.
Bagaikan bunga kuning di kedua pipi dan mawar merah.

Memang terlintas dirinya dalam mimpi hingga kuterjaga.
Tak hentinya cinta merindangi kenikmatan dengan derita.

Maafku untukmu wahai para pencaci gelora cintaku.
Seandainya kau bersikap adil takkan kau cela aku.

Kini kau tahu keadaanku, pendusta pun tahu rahasiaku.
Padahal tidakjuga kunjung sembuh penyakitku.

Begitu tulus nasihatmu tapi tak kudengar semuanya.
Karena untuk para pencaci, sang pecinta tuli telinganya.

Aku kira ubanku pun turut mencelaku.
Padahal ubanku pastilah tulus memperingatkanku.

Peringatan akan Bahaya Hawa Nafsu
Sungguh hawa nafsuku tetap bebal tak tersadarkan.
Sebab tak mau tahu peringatan uban dan kerentaan.

Tidak pula bersiap dengan amal baik untuk menjamu.
Sang uban yang bertamu di kepalaku tanpa malu-malu.

Jika kutahu ku tak menghormati uban yang bertamu.
Kan kusembunyikan dengan semir rahasia ketuaanku itu.Siapakah yang mengembalikan nafsuku dari kesesatan.
Sebagaimana kuda liar dikendalikan dengan tali kekang.

Jangan kau tundukkan nafsumu dengan maksiat.
Sebab makanan justru perkuat nafsu si rakus pelahap.

Nafsu bagai bayi, bila kau biarkan akan tetap menyusu.
Bila kau sapih ia akan tinggalkan menyusu itu.

Maka kendalikan nafsumu, jangan biarkan ia berkuasa.
Jika kuasa ia akan membunuhmu dan membuatmu cela

Gembalakanlah ia, ia bagai ternak dalam amal budi.
Janganlah kau giring ke ladang yang ia sukai.

Kerap ia goda manusia dengan kelezatan yang mematikan.
Tanpa ia tahu racun justru ada dalam lezatnya makanan.

Kumohon ampunan Allah karena bicara tanpa berbuat.
Kusamakan itu dengan keturunan bagi orang mandul.

Kuperintahkan engkau suatu kebaikan yang tak kulakukan.
Tidak lurus diriku maka tak guna kusuruh kau lurus.

Aku tak berbekal untuk matiku dengan ibadah sunnah.
Tiada aku dan puasa kecuali hanya yang wajib saja.

Pujian Kepada Nabi SAW

Kutinggalkan sunnah Nabi yang sepanjang malam.
Beribadah hingga kedua kakinya bengkak dan keram.

Nabi yang karena lapar mengikat pusarnya dengan batu.
Dan dengan batu mengganjal Perutnya yang halus itu. Kendati gunung emas menjulang menawarkan dirinya.
la tolak permintaan itu dengan perasaan bangga.

Butuh harta namun menolak, maka tambah kezuhudannya.
Kendati butuh pada harta tidaklah merusak kesuciannya.

Bagaimana mungkin Nabi butuh pada dunia.
Padahal tanpa dirinya dunia takkan pernah ada.

Muhammadlah pemimpin dunia akherat.
Pemimpin jin dan manusia, bangsa Arab dan non Arab.

Nabilah pengatur kebaikan pencegah mungkar.
Tak satu pun setegas ia dalam berkata ya atau tidak.

Dialah kekasih Allah yang syafa’atnya diharap.
Dari tiap ketakutan dan bahaya yang datang menyergap.

Dia mengajak kepada agama Allah yang lurus.
Mengikutinya berarti berpegang pada tali yang tak terputus.

Dia mengungguli para Nabi dalam budi dan rupa.
Tak sanggup mereka menyamai ilmu dan kemuliaannya.

Para Nabi semua meminta dari dirinya.
Seciduk lautan kemuliaannya dan setitik hujan ilmunya.

Para Rasul sama berdiri di puncak mereka.
Mengharap setitik ilmu atau seonggok hikmahnya.

Dialah Rasul yang sempurna batin dan lahirnya.
Terpilih sebagai kekasih Allah pencipta manusia.
Dalam kebaikanya, tak seorang pun menyaingi.
Inti keindahannya takkan bisa terbagi-bagi.

Jauhkan baginya yang dikatakan Nasrani pada Nabinya.
Tetapkan bagi Muhammad pujian apapun kau suka.

Nisbatkan kepadanya segala kemuliaan sekehendakmu.
Dan pada martabatnya segala keagungan yang kau mau. Karena keutamaannya sungguh tak terbatas.
Hingga tak satupun mampu mengungkapkan dengan kata.

Jika mukjizatnya menyamai keagungan dirinya.
Niscaya hiduplah tulang belulang dengan disebut namanya.

Tak pernah ia uji kita dengan yang tak diterima akal.
Dari sangat cintanya, hingga tiada kita ragu dan bimbang.

Seluruh mahluk sulit memahami hakikat Nabi.
Dari dekat atau jauh, tak satu pun yang mengerti.

Bagaikan matahari yang tampak kecil dari kejauhan.
Padahal mata tak mampu melihatnya bila berdekatan.

Bagaimana seseorang dapat ketahui hakikat Sang Nabi
Padahal ia sudah puas bertemu dengannya dalam mimpi

Puncak Pengetahuan tentangnya ialah bahwa ia manusia
Dan ia adalah sebaik baik seluruh ciptaan Allah

Segala mukjizat para Rasul mulia sebelumnya
Hanyalah pancaran dari cahayanya kepada mereka

Dia matahari keutamaan dan para Nabi bintangnya
Bintang hanya pantulkan sinar mentari menerangi gulita

Alangkah mulia paras Nabi yang dihiasi pekerti
Yang memiliki keindahan dan bercirikan wajah berseri

Kemegahannya bak bunga, kemuliaannya bak purnama
Kedermawanannya bak lautan, kegairahannya bak sang waktu

la bagaikan dan memang tiada taranya dalam keagungan
Ketika berada di sekitar pembantunya dan di tengah pasukan

Bagai mutiara yang tersimpan dalam kerangnya
Dari kedua sumber, yaitu ucapan dan senyumannya

Tiada keharuman melebihi tanah yang mengubur jasadnya
Beruntung orang yang menghirup dan mencium tanahnya

Kelahiran Sang Nabi SAW

Kelahiran Sang Nabi menunjukkan kesucian dirinya
Alangkah eloknya permulaan dan penghabisannya

Lahir saat bangsa Persia berfirasat dan merasa
Peringatan akan datangnya bencana dan angkara murkaDimalam gulita singgasana kaisar Persia hancur terbelah
Sebagaimana kesatuan para sahabat kaisar yang terpecah

Karena kesedihan yang sangat, api sesembahan padam
Sungai Eufrat pun tak mengalir dari duka yang dalam

Penduduk negeri sawah bersedih saat kering danaunya
Pengambil air kembali dengan kecewa ketika dahaga

Seakan sejuknya air terdapat dalam jilatan api
Seakan panasnya api terdapat dalam air, karena sedih tak terperi

Para jin berteriak sedang cahaya terang memancar
Kebenaran pun tampak dari makna kitab suci maupun terujar

Mereka buta dan tuli hingga kabar gembira tak didengarkan
Datangnya peringatan pun tak mereka hiraukan

Setelah para dukun memberi tahu mereka
Agama mereka yang sesat takkan bertahan lama

Setelah mereka saksikan kilatan api yang jatuh dilangit
Seiring dengan runtuhnya semua berhala dimuka bumi

Hingga lenyap dan pintu langitNya
Satu demi satu syetan lari tunggang langgang tak berdaya

Mereka berlarian laksana lasykar Raja Abrahah
Atau bak pasukan yang dihujani kerikil oleh tangan Rasul

Batu yang Nabi lempar sesudah bertasbih digenggamannya
Bagaikan terlemparnya Nabi Yunus dan perut ikan paus

Mukjizat Sang Nabi SAW

Pohon-pohon mendatangi seruannya dengan ketundukkan
Berjalan dengan batangnya dengan lurus dan sopan

Seakan batangnya torehkan sebuah tulisan
Tulisan yang indah di tengah-tengah jalan Seperti juga awan gemawan yang mengikuti Nabi
Berjalan melindunginya dari sengatan panas siang hari

Aku bersumpah demi Allah pencipta rembulan
Sungguh hati Nabi bagai bulan dalam keterbelahan

Gua Tsur penuh kebaikan dan kemuliaan. Sebab Nabi
dan Abu Bakar di dalamnya, kaum kafir tak lihat mereka

Nabi dan Abu Bakar Shiddiq aman didalamnya tak cedera
Kaum kafir mengatakan tak seorang pun didalam gua

Mereka mengira merpati takkan berputar diatasnya
Dan laba laba takkan buat sarang jika Nabi didalamnya

Perlindungan Allah tak memerlukan berlapis baju besi
Juga tidak memerlukan benteng yang kokoh dan tinggi

Tiada satu pun menyakiti diriku, lalu kumohon bantuan Nabi
Niscaya kudapat pertolongannya tanpa sedikit pun disakiti

Tidaklah kucari kekayaan dunia akhirat dari kemurahannya
Melainkan kuperoleh sebaikbaik pemberiannya

Janganlah kau pungkiri wahyu yang diraihnya lewat mimpi
Karena hatinya tetap terjaga meski dua matanya tidur terlena

Demikian itu tatkala sampai masa kenabiannya
Karenanya tidaklah diingkari masa mengalami mimpinya

Maha suci Allah, wahyu tidaklah bisa dicari
Dan tidaklah seorang Nabi dalam berita gaibnya dicurigai

Kerap sentuhannya sembuhkan penyakit
Dan lepaskan orang yang berhajat dari temali kegilaan

Doanya menyuburkan tahun kekeringan dan kelaparan
Bagai titik putih di masa-masa hitam kelam

Dengan awan yang curahkan hujan berlimpah
Atau kau kira itu air yang mengalir dari laut atau lembah

Kemulian Al-Qur’an dan pujian terhadapnya

Biarkan kusebut beberapa mukjizat yang muncul pada Nabi
Seperti nampaknya api jamuan, malam hari diatas gunung tinggi

Mutiara bertambah indah bila ia tersusun rapi
Jika tak tersusun nilainya tak berkurang sama sekali Segala pujian itu puncaknya adalah memuji
Sifat dan pekerti mulia yang ada pada Nabi

Ayat ayat Al Qur’an yang diturunkan Allah adalah baharu
Tapi Allah adalah kekal tak kenal waktu

Ayat-ayat yang tak terikat waktu dan kabarkan kita
Tentang hari kiamat, kaum ‘Aad dan negeri Irom

Ayat ayat yang selalu bersama kita dan mengungguli
Mukjizat para Nabi yang muncul tapi tak lestari

Penuh kepastian dan tak sisakan bagi para musuh segala keraguan
Ayat yang tak sedikit pun menyimpang dari kebenaran

Tak satu ayat pun ditentang kecuali musuh terberatnya
Akan kembali kepadanya dengan salam dan beriman

Keindahan sastranya membuat takluk penentangnya
Bak pencemburu membela kehormatan dari tangan pendosa

Baginya makna-makna yang saling menunjang bak ombak lautan
Yang nilai keindahannya melebihi mutiara berkilauan

Keajaibannya banyak dan tak terhingga
Dan keajaiban itu tak satu pun membuat bosan kita

Teduhlah mata pembacanya, lalu kukatakan padanya
Beruntunglah engkau, berpeganglah selalu pada taliNya

Jika kau baca ia karena takut panas neraka Lazha
Padamlah panas neraka Lazha karena kesejukannya

Bagai telaga Kautsar wajah pendosa jadi putih karenanya
Padahal dengan wajah hitam arang mereka datangi ia

la lurus bagai shirath, adil bagai timbangan
Kitab kitab lain takkan selanggeng ia dalam keadilan

Jangan heran pada pendengkinya yang selalu ingkar
Pura-pura bodoh padahal ia cukup paham dan pintar

Bagai orang sakit mata yang pungkiri sinar mentari
Bagai orang sakit yang lezatnya air ia pungkiri

Selasa, 21 Desember 2010

Apa Yang Harus Kita Pelajari-Che Guevara

APA YANG HARUS KITA PELAJARI DAN APA YANG HARUS KITA AJARKAN

Che Guevara (1958)

Di bulan Desember ini, bulan peringatan kedua pendaratan Granma, sangat bermanfaat untuk menilik kembali tahun-tahun perjuangan bersenjata dan pertempuran revolusioner kita selama ini. Gejolak pertama diberikan oleh kudeta Batista pada tanggal 10 Maret 1952, dan lonceng pertama bergema pada tanggal 26 Juli 1953, dengan penyerbuan tragis Moncada itu.

Jalanan ini masih panjang dan penuh dengan kesulitan serta kontradiksi. Pada rangkaian setiap proses revolusioner yang diarahkan secara tulus dan bila para pejuangnya sendiri tidak menghambatnya, selalu akan terjadi serangkaian interaksi berkesinambungan (resiprokal) antara pimpinan dan massa revolusioner. Gerakan 26 Juli pun merasakan efek dari hukum sejarah ini. Masih terdapat jurang pemisah antara kelompok kaum muda yang antusias yang melakukan penyerbuan garnisun Moncada pada dini hari 26 Juli 1953, dan pemimpin-pemimpin Gerakan itu pada saat ini, bahkan sekalipun orang-orangnya adalah sama. Selama lima tahun perjuangan ini –termasuk dua peperangan terbuka—telah membentuk semangat revolusioner kita yang senantiasa berhadapan dengan kenyataan dan kearifan naluriah rakyat.

Sesungguhnyalah, kontak kita dengan massa petani telah mengajarkan pada kita adanya ketidakadilan nyata di dalam sistem hubungan pemilikan pertanian pada saat ini. Kaum tani telah meyakinkan kita demi adanya perubahan fundamental yang adil dalam sistem pemilikan tersebut. Mereka menyinari praktek kita sehari-hari dengan kapasitas pengorbanan-dirinya, keagungan, dan kesetiaan.

Namun kita juga mengajarkan sesuatu. Kita telah mengajarkan bagaimana menghilangkan semua ketakutan terhadap penindasan musuh. Kita telah mengajarkan bahwa senjata ditangan rakyat adalah lebih unggul dibanding tentara-tentara bayaran itu. Pendeknya, sebagaimana dinyatakan pepatah umum yang tak perlu diulang-ulang lagi : dalam persatuan ada kekuatan.

Dan para petani yang telah menyadari akan kekuatan dirinya mendesak gerakan, pelopor perjuangannya, untuk maju lebih berani menuntut, hingga menghasilkan undang-undang reformasi agraria Sierra Maestra no.3. [1] Pada saat ini, undang-undang tersebut merupakan kebanggan kita, lambang perjuangan kita, alasan kita untuk hadir sebagai sebuah organisasi revolusioner.

Namun ini bukanlah selalu pendekatan kita terhadap masalah-masalah sosial. Pengepungan benteng kita di Sierra, dimana kita tidak memiliki hubungan yang sungguh penting dengan massa rakyat, dimana sesekali kita mulai merasa lebih yakin kepada senjata kita daripada yakin kebenaran ide-ide kita. Karena inilah, kita kemudian mengalami kepedihan pada tanggal 9 April, saat mana menandai perjuangan sosial dimana Alegria de Pio –satu-satunya kekalahan kitadalam lapangan pertempuran—telah gambarkan dalam perkembangan perjuangan bersenjata.

Dari Alegria de Pio kita dapat menarik pelajaran revolusioner agar tidak mengalami kegagalan lagi dalam pertempuran lainnya. Dari peristiwa 9 April itu, kita juga belajar bahwa strategi perjuangan massa mengikuti hukum-hukum yang tak bisa di belokkan atau dihindari. Pengalaman-pengalaman itu secara jelas memberi pelajaran kepada kita. Untuk kerja diantara massa petani –dimana kita telah mempersatukan mereka, tak peduli afiliasinya, dalam perjuangan demi tanah—saat ini saat ini kita menambahkannya dengan tuntutan kaum buruh yang mempersatukan masa proletar dibawah satu bendera perjuangan, Front Persatuan Buruh Nasional (FONU), dan satu tujuan taktis jangka pendek; pemogokan umum revolusioner.

Disini kita tidak menggunakan taktik-taktik demagogi dalam rangka memamerkan ketrampilan politik. Kita tidak mendalami perasaan massa atas dasar rasa keinginan tahu ilmiah semata; kita melakukannya karena menyambut panggilalan rakyat. Karena kita, sebagai pelopor pejuang buruh dan tani yang tak segan-segan mencucurkan darah kita di gunung-gunung dan dataran negeri Kuba ini, bukan elemen yang terisolasi dari massa rakyat; kita adalah bagian amat dalam dari rakyat. Peran kepemimpinan kita jangan mengisolasi kita; malahan sudah seharusnyalah ia mewajibkan kita untuk selalu bersama massa.

Fakta, bahwa kita adalah gerakan dari semua kelas di Kuba, yang membuat kita juga memperjuangkan kaum profesional dan pengusaha kecil yang menginginkan hidup dibawah undang-undang yang lebih baik; kita juga berjuang demi kaum industrialis Kuba yang berusaha memberi sumbangan kepada bangsa dengan menciptakan pekerjaan ; berjuang untuk setiap orang baik yang ingin melihat Kuba bebas dari kepedihan sehari-hari dimasa menyakitkan sekarang ini.

Sekarang melebihi dari yang sudah-sudah, gerakan 26 Juli, berjuang untuk kepentingan yang paling tinggi dari bangsa Kuba, berperang, tanpa kecongkakan, namun juga tanpa ragu-ragu, demi kaum buruh dan tani, demi kaum profesional dan pengusaha kecil demi para industrialis nasional, demi demokrasi dan kebebasan, demi hak untuk menjadi anak bebas, dari rakyat bebas, demi kebutuhan hidup kita sehari-hari, menjadi tindakan pasti dari upaya kita sehari-hari.

Pada peringatan kedua ini, kita ubah rumusan semboyan kita. Kita tidak lagi “menjadi bebas atau menjadi martir”. Kita akan menjadi bebas –bebas melalui tindakan seluruh rakyat Kuba, yang sedang memutuskan rantai-rantai penindasan dengan darah dan pengorbanan dari putra-putrinya yang terbaik.

Desember 1958

Sabtu, 18 Desember 2010

Tan Malaka Vs Pemberontakan PKI 1926-1927

Tan Vs Pemberontakan 1926-1927

Mestika Zed -Sejarawan Universitas Negeri Padang

Di pagi buta yang becek, awal 1927, kaum pemberontak di Silungkang, Sumatera Barat, akhirnya mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Banten, yang meletuskan pemberontakan pada pertengahan November 1926. Mereka menyerang kedudukan pemerintah.

Sasaran utama adalah menangkap dan membunuh pejabat pemerintah, pejabat pribumi, dan kulit putih. Mereka merusak sejumlah instalasi publik, seperti stasiun dan kantor pos. Juga berencana membakar instalasi tambang batu bara dan menyerang semua simbol rezim kolonial di kota itu.

Gerakan pemberontak itu dapat dipatahkan. Hanya sebagian kecil sasaran yang terpenuhi. Selebihnya menyisakan prahara berkepanjangan. Sampai 12 Januari 1927, lebih dari 1.300 orang ditangkap. Ratusan bom dan senjata api disita. Kebanyakan mereka dibuang ke luar Sumatera Barat, termasuk ke Digul. Ada pula yang dihukum gantung.

Pemberontakan yang gagal di dua tempat (Banten dan Sumatera Barat) pada 1926-1927 itu cukup mengguncang rezim kolonial di Batavia. Mereka pun memburu pemimpin PKI dan onderbouw-nya, juga kaum pergerakan secara keseluruhan. Sejak itu penguasa kolonial bertindak bengis dan makin represif. Setiap anasir pergerakan nasional ditindas, dan partai-partai politik yang tak mau bekerja sama dengan pemerintah dilarang. Proses ini berjalan sampai akhir 1930-an.

Orang-orang PKI menuduh Tan Malaka sebagai biang penyebab kegagalan pemberontakan. Ia dimusuhi dan dicap pengkhianat partai, Trotsky-nya Indonesia. Padahal, sejak semula Tan bukan saja tak setuju, melainkan juga berupaya mencegah rencana pemberontakan yang dirancang oleh kelompok Prambanan itu. Kelompok ini terdiri atas tokoh terkemuka PKI seperti Semaun (1899-1971), Alimin Prawirodirdjo (1889-1964), Musso (1897-1948), dan Darsono (1897-?), yang mendeklarasikan rencana pemberontakan di Prambanan, Solo, awal 1926.

Sebagai pemikir yang cemerlang dan otentik sejak masa mudanya, Ibrahim Datuk Tan Malaka memiliki cukup alasan mengapa pemberontakan harus dikesampingkan. Salah satu argumennya ialah bahwa kekuatan pergerakan belum cukup matang. Masih diperlukan pembenahan organisasi partai guna menggalang basis massa yang kuat dan meluas, bahkan di luar kelompok komunis.

Tan, sebagai pemimpin paling terkemuka PKI saat itu, menganjurkan untuk sementara waktu pemimpin-pemimpin gerakan memperkuat organisasi dan tetap melakukan aksi-aksi ”pemanasan” dan agitasi di tempatnya masing-masing. Pendirian ini telah diutarakannya kepada Alimin dan kawan-kawannya.

Dari tempat persembunyiannya di Singapura, ia bahkan telah menulis pandangannya lewat sebuah risalah bertajuk Massa-Actie (1926, terbit ulang 1947). Dalam buku kecil itu ia menampik rencana kelompok Prambanan seraya menyimpulkan bahwa rencana pemberontakan itu merupakan tindakan blunder yang bisa menjadi bumerang terhadap partai sendiri, bahkan juga terhadap semua partai nasionalis. Nyatanya memang demikian. PKI, yang didirikan pada 1920, hancur, dan aktivis partai meringkuk dalam penjara atau dibuang ke Digul.

Kondisi ekonomi Hindia Belanda saat itu juga sedang membaik. Buruh cukup mudah mendapat pekerjaan, sebagian pemuda mendapat kesempatan mempelajari bahasa Belanda dan menduduki kursi yang agak empuk sebagai juru tulis. Pelengah hidup seperti bioskop, sepak bola, dan dansa hula-hula mulai digemari. Ini berbeda dengan 1942-1945, ketika sebagian besar pabrik gula tutup, kebun-kebun binasa, mesin pabrik mati, rakyat tenggelam dalam penderitaan romusha Jepang. Pendek kata, gagasan pemberontakan di tengah situasi ekonomi yang membaik itu tak bakal laku.

Namun kegagalan pemberontakan itu tak lantas membuat Tan memikirkan diri dan partainya sendiri. Baginya justru jauh lebih penting memikirkan perjuangan mencapai kemerdekaan nasional. Ini antara lain dapat diilustrasikan dari fakta berikut.

Pertama, selepas dari penangkapan pada 1922, dan kemudian diusir ke luar Indonesia, ia sudah menjadi aktivis komunis yang tak kenal lelah ”menjual” gagasannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hampir tak ada negara Asia Timur dan Asia Tenggara yang tak dijejakinya. Ia juga pergi ke Moskow, jantung komunisme. Ia hidup sengsara di tempat persembunyiannya dan selalu dikejar-kejar polisi rahasia. Ia baru kembali ke Tanah Air secara diam-diam pada zaman Jepang (1942).

Kedua, baginya partai hanyalah alat untuk mencapai perjuangan, yakni kemerdekaan nasional bagi Indonesia. Selepas pemberontakan yang gagal itu, Tan Malaka keluar dari PKI dan mendirikan Partai Republik Indonesia (Pari) di perantauan Bangkok pada 1927. Pari kemudian mati suri. Pada masa perang kemerdekaan (1947), ia mendirikan Partai Murba. Alasan keluar dari PKI lalu mendirikan Pari sangat jelas, yakni karena tak lagi sehaluan dengan rekan-rekan separtainya yang lama.

Di lain pihak ia menentang kebijakan Komunis Internasional (Komintern) di Moskow. Sejak 1920-an Moskow tampak lebih peduli memanfaatkan Komintern bagi kepentingan ”hegemoni” internasional Uni Soviet ketimbang kepentingan perjuangan kaum nasionalis di daerah-daerah jajahan. Komintern bahkan juga cenderung mencurigai Pan Islamisme sebagai pesaing internasionalnya, sesuatu yang tak bisa diterima oleh Tan Malaka.

Maka jelas kelihatan bahwa warna nasionalisme dalam diri Tan Malaka jauh lebih kental daripada fanatisme terhadap ideologi (komunisme). Kedekatannya dengan kelompok Islam sebagian karena pola asuhan masa kecilnya sebagai orang Minang; sebagian lain, karena memang kelompok Islamlah yang lebih diandalkannya sebagai mitra pergerakan ketimbang kelompok nasionalis sekuler yang menurutnya cenderung berperilaku borjuis.

Ketiga, Tan Malaka dianggap sebagai satu dari tiga tokoh nasionalis yang pertama-tama menuangkan konsepsi tentang konstruksi masyarakat bangsa yang dibayangkan (the imagined community) di masa depan. Lewat sebuah risalah berjudul Naar de Republiek Indonesia (Kanton, 1925) ia sudah membentangkan betapa pentingnya persatuan dan betapa berbahayanya perpecahan.

”Ini harus kita cegah,” tulisnya. ”Akan tetapi tidak dengan [cara] memberi khotbah tentang hikmah-hikmah yang kosong. Hanya satu program yang benar-benar ingin memajukan kepentingan-kepentingan materiil dari seluruh rakyat dan dilaksanakan secara jujur, yang dapat membentuk solidaritas nasional, suatu solidaritas yang tidak hanya menggulingkan imperialisme, tetapi juga dapat menjauhkan segala gangguan untuk selama-lamanya...” (halaman 26, 28).

Meskipun tak menyembunyikan pendirian Marxisnya, Tan Malaka memilih mengabdikan diri dan intelektualitasnya sebagai nasionalis sejati yang ikut merajut gagasan tentang the imagined community itu. Pemikirannya lebih dini juga lebih radikal daripada Mohammad Hatta yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928). Kemudian juga Soekarno yang menulis MIM (Menuju Indonesia Merdeka, 1933).

Dalam pemikiran ketiga tokoh ini, gambaran tentang masa depan Indonesia itu memang belum utuh. Ia baru merupakan anggitan yang masih memerlukan penyempurnaan sampai ”cetak-biru” Indonesia Merdeka dapat dirumuskan, yaitu Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 beberapa dasawarsa kemudian. Dan Tan Malaka menyadari itu, sebab ”aksi untuk mencapai kemerdekaan nasional ini,” tulis Tan dalam Naar de Republiek Indonesia, ”akan berlangsung lama, tetapi pasti membawa kemenangan (1925: 65).

Sayangnya, Tan Malaka tak sempat melihat tahap akhir perjuangan kemerdekaan, karena ia tewas secara tragis. Ironis, karena setelah malang-melintang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memperjuangkan kemerdekaan negeri Indonesia, ia lalu ”dihujat dan dilupakan” oleh bangsanya sendiri.

Berdoalah Sebelum Tidur

BERDOALAH SEBELUM TIDUR

Bismikallahumma amuutu wa ahyaa‘Dengan namaMu ya Allah, aku mati dan hidup.’(HR. Bukhari dan Muslim 4/2083)

‘Maukah kamu berdua (Rasullah berbicara kepada Ali dan Fatihmah ketika mereka berdua meminta pembantu), aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik bagi kamu daripada pembantu? Apabila kamu akan tidur, bacalah:
(i) Subhaanallaah ‘Maha Suci Allah.’ (33 kali)

(ii) Alhamdulillaah ‘Segala puji bagi Allah.’ (33 kali)

(iii) Allaahu Akbar ‘Allah Maha Besar.’ (34 kali)

Sesungguhnya bacaan tersebut lebih baik bagimu daripada seorang pembantu.’ (HR. Muslim dan Bukhari 4/2091)

‘Rasulullah sallallahu alaihi wassalam apabila akan tidur di tempat tidurnya pada setiap malam, beliau mengumpulkan dua tapak tangannya. Lalu ditiupnya dan dibacakan Qul huwallaahu ahad, Qul a’uudzu birabbil falaq dan Qul a’uudzu birabbin naas. Kemudian dengan dua tapak tangannya, beliau mengusap tubuh yang dapat dijangkau dengannya. Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan. Beliau melakukannya tiga kali.’ (HR. Bukhari dan Muslim 4/1723)

Rasulullah sallallahu alaihiwassalam juga mengatakan: ‘Apabila kamu hendak ke tempat tidurmu, maka bacalah ayat Kursi. Sesungguhnya kamu akan dijaga oleh malaikat yang diutus oleh Allah, dan kamu tidak akan didekati oleh setan hingga waktu pagi.’ (HR. Bukhari)

Rasulullah juga mengatakan: ‘Barangsiapa yang membaca dua ayat dari akhir surat AlBaqarah di suatu malam, maka dua ayat tersebut akan mencukupinya (memeliharanya dari gangguan syetan dan lain-lain).’ [Al-Baqarah (2): 285-286] (HR. Bukhari dan Muslim 1/554)

Apabila seseorang di antara kamu berdiri lagi dari tempat tidurnya, kemudian kembali lagi, maka hendaklah dikibasi dengan ujung sarungnya tiga kali. Sesungguhnya dia tidak mengerti, apa yang terjadi sesudahnya. Apabila berbaring, maka bacalah:

‘Dengan nama Engkau wahai Tuhanku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan namaMu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku, maka berilah rahmat padanya. Tapi apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hambaMu yang shalih.’ (HR. Bukhari 11/126 dan Muslim 4/2084)

‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan diriku, dan Engkaulah yang akan mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milikMu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah. Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu keselamatan.’ (HR. Muslim 4/2083, Ahmad 2/79, lafal hadits ini darinya dan Ibn As-Sunni 721)


Rasulullah sallallahu alaihi wassalam apabila akan tidur, beliau meletakkan tangannya yang kanan di bawah pipinya, kemudian membaca:

‘Ya Allah, jauhkanlah aku dari siksaanMu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hambaMu.’ (dibaca tiga kali) (HR. Abu Dawud 4/311, lafal hadits ini darinya)


‘Ya Allah, Tuhan yang memguasai langit yang tujuh, Tuhan yang menguasai ‘arsy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, Tuhan yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Tuhan yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkaulah yang pertama, sebelumMu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir setelahMu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang nyata, di atasMu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang batin, dibawahMu tidak ada sesuatu, lunasilah hutang kami dan berilah kekayaan kepada kami hingga kami terlepas dari kefakiran.’ (HR. Muslim 4/2084)

‘Segala puji bagi Allah yang memberi makan kami, memberi minum kami, mencukupi kami, dan memberi tempat berteduh. Berapa banyak orang yang tidak mendapatkan orang yang memberi kecukupan dan tempat berteduh.’ (HR. Muslim 4/2085)

‘Ya Allah, Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Tuhan pencipta langit dan bumi, Tuhan yang menguasai segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan diriku, kejahatan syetan dan balatentaranya, atau aku berbuat kejelekan pada diriku atau aku mendorongnya kepada orang muslim.’ (HR. Abu Dawud 4/317 dan Sahih Tirmidzi 3/142)

Nabi saw. tidak akan tidur hingga membaca Alif laam mim tanzil dan tabarakal ladzi biyadihil mulku.’Surat As-Sajdah (32) dan surat Al-Mulk (67). (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i)

‘Apabila kamu akan tidur di tempat tidurmu, berwudhulah sebagaimana akan mengerjakan shalat, kemudian berbaringlah di atas bagian tubuh yang kanan, lalu bacalah:
‘Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepadaMu, aku menyerahkan urusanku kepadaMu, aku menghadapkan wajahku kepadaMu, aku menyandarkan punggungku kepadaMu. Karena senang (mendapat rahmatMu) dan takut (akan siksaanMu). Tidak ada tempat perlindungan dan penyelamatan dariMu, kecuali kepadaMu. Aku beriman pada kitab yang telah Engkau turunkan, NabiMu yang Engkau utus.’ …Apabila kamu meninggal, maka kamu akan meninggal dunia dengan memegang fitrah.’ (HR. Bukhari dan Muslim 4/2081)

Keutamaan Bulan Muharram

KEUTAMAAN PUASA DI BULAN MUHARRAM

Alhamdulillah, saat ini kita telah berada di bulan Muharram. Mungkinmasih banyak yang belum tahu amalan apa saja yang dianjurkan di bulan ini, terutama mengenai amalan puasa. Insya Allah kita akan membahasnya pada tulisan kali ini. Semoga bermanfaat.


Dianjurkan Banyak Berpuasa di Bulan Muharram

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendorong kita untuk banyak melakukan puasa pada bulan tersebut sebagaimana sabdanya,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”

An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”

Lalu mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diketahui banyak berpuasa di bulan Sya’ban bukan malah bulan Muharram? Ada dua jawaban yang dikemukakan oleh An Nawawi.

Pertama: Mungkin saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru mengetahui keutamaan banyak berpuasa di bulan Muharram di akhir hayat hidup beliau.

Kedua: Boleh jadi pula beliau memiliki udzur ketika berada di bulan Muharram (seperti bersafar atau sakit) sehingga tidak sempat menunaikan banyak puasa pada bulan Muharram.

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab -pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah).”

Sesuai penjelasan Ibnu Rajab, puasa sunnah (tathowwu’) ada dua macam:

1. Puasa sunnah muthlaq. Sebaik-baik puasa sunnah muthlaq adalah puasa di bulan Muharram.

2. Puasa sunnah sebelum dan sesudah yang mengiringi puasa wajib di bulan Ramadhan. Ini bukan dinamakan puasa sunnah muthlaq. Contoh puasa ini adalah puasa enam hari di bulan Syawal.

Di antara sahabat yang gemar melakukan puasa pada bulan-bulan haram (termasuk bulan haram adalah Muharram) yaitu ‘Umar, Aisyah dan Abu Tholhah. Bahkan Ibnu ‘Umar dan Al Hasan Al Bashri gemar melakukan puasa pada setiap bulan haram. Bulan haram adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab.

Puasa yang Utama di Bulan Muharram adalah Puasa ‘Asyura

Dari hari-hari yang sebulan itu, puasa yang paling ditekankan untuk dilakukan adalah puasa pada hari ’Asyura’ yaitu pada tanggal 10 Muharram. Berpuasa pada hari tersebut akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.”

An Nawawi -rahimahullah- mengatakan, “Para ulama sepakat, hukum melaksanakan puasa ‘Asyura untuk saat ini (setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, -pen) adalah sunnah dan bukan wajib.”

Sejarah Pelaksanaan Puasa ‘Asyura

Tahapan pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa ‘Asyura di Makkah dan beliau tidak perintahkan yang lain untuk melakukannya.

Dari ’Aisyah -radhiyallahu ’anha-, beliau berkata,

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura. (Lalu beliau mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa).”

Tahapan kedua: Ketika tiba di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Ahlul Kitab melakukan puasa ‘Asyura dan memuliakan hari tersebut. Lalu beliau pun ikut berpuasa ketika itu. Kemudian ketika itu, beliau memerintahkan pada para sahabat untuk ikut berpuasa. Melakukan puasa ‘Asyura ketika itu semakin ditekankan perintahnya. Sampai-sampai para sahabat memerintah anak-anak kecil untuk turut berpuasa.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, ”Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.”

Apakah ini berarti Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam meniru-niru (tasyabbuh dengan) Yahudi?

An Nawawi –rahimahullah- menjelaskan, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabishallallahu ’alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura, lalu beliau shallallahu ’alaihi wa sallam pun ikut melakukannya. Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi). Wallahu a’lam.”

Para ulama berselisih pendapat apakah puasa ‘Asyura sebelum diwajibkan puasa Ramadhan dihukumi wajib ataukah sunnah mu’akkad? Di sini ada dua pendapat:

Pendapat pertama: Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, pada masa tahapan kedua, puasa ‘Asyura dihukumi wajib. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Abu Bakr Al Atsrom.

Pendapat kedua: Pada masa tahapan kedua ini, puasa ‘Asyura dihukumi sunnah mu’akkad. Ini adalah pendapat Imam Asy Syafi’i dan kebanyakan dari ulama Hambali.

Namun yang jelas setelah datang puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura tidaklah diwajibkan lagi dan dinilai sunnah. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi -rahimahullah-.

Tahapan ketiga: Ketika diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidakmemerintahkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura dan tidak terlalu menekankannya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang ingin berpuasa, silakan dan siapa yang tidak ingin berpuasa, silakan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh ’Aisyah radhiyallahu ’anha dalam hadits yang telah lewat dan dikatakan pula oleh Ibnu ’Umar berikut ini. Ibnu ’Umar -radhiyallahu ’anhuma- mengatakan,

أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

"Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun melakukan puasa tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin saat itu. Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan: Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa. Barangsiapa meninggalkannya juga silakan.”

Ibnu Rajab -rahimahullah- mengatakan, “Setiap hadits yang serupa dengan ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan lagi untuk melakukan puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. Akan tetapi, beliau meninggalkan hal ini tanpa melarang jika ada yang masih tetap melaksanakannya. Jika puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dikatakan wajib, maka selanjutnya apakah jika hukum wajib di sini dihapus (dinaskh) akan beralih menjadi mustahab (disunnahkan)? Hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama.

Begitu pula jika hukum puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan adalah sunnah muakkad, maka ada ulama yang mengatakan bahwa hukum puasa Asyura beralih menjadi sunnah saja tanpa muakkad (ditekankan). Oleh karenanya, Qois bin Sa’ad mengatakan, “Kami masih tetap melakukannya.

Intinya, puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan masih tetap dianjurkan (disunnahkan).

Tahapan keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari lainnya. Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallammelakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.”

Menambahkan Puasa 9 Muharram

Sebagaimana dijelaskan di atas (pada hadits Ibnu Abbas) bahwa di akhir umurnya, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bertekad untuk menambah puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi Ahlu Kitab. Namun beliau sudah keburu meninggal sehingga beliau belum sempat melakukan puasa pada hari itu.

Lalu bagaimana hukum menambahkan puasa pada hari kesembilan Muharram? Berikut kami sarikan penjelasan An Nawawi rahimahullah.

Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabishallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.

Apa hikmah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawirahimahullah melanjutkan penjelasannya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam.

Ibnu Rojab mengatakan, ”Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.”

Intinya, kita lebih baik berpuasa dua hari sekaligus yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Karena dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:

1. Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.

2. Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja.

Puasa 9, 10, dan 11 Muharram

Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

Puasalah pada hari ’Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ’Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Di dalam sanad tersebut terdapat Ibnu Abi Laila -yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin ’Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Beliau berkata, ”Daud kadang yukhti’ (keliru).” Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).

Namun, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma’anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ’Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau radhiyallahu ’anhumaberkata,

خَالِفُوْا اليَهُوْدَ وَصُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالعَاشِرَ

Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram.” Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan secara mauquf (hanya dinilai sebagai perkataan sahabat).

Catatan: Jika ragu dalam penentuan awal Muharram, maka boleh ditambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram.

Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan, ”Jika ragu mengenai penentuan awal Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian.

Sebagai Motivasi

Semoga kita terdorong untuk melakukan puasa Asyura. Cukup ayat ini sebagai renungan. Allah Ta’alaberfirman,

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

“(Kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".” (QS. Al Haqqah: 24)

Mujahid dan selainnya mengatakan, ”Ayat ini turun pada orang yang berpuasa. Barangsiapa meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan makanan dan minuman yang lebih baik, serta akan mendapat ganti dengan pasangan di akhirat yang kekal (tidak mati).”Inilah balasan untuk orang yang gemar berpuasa.

Insya Allah tanggal 9 dan 10 Muharram tahun ini bertepatan dengan tanggal 15 dan 16 Desember 2010.

Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan amalan puasa ini. Hanya Allah yang memberi taufik.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.